Sing Tutup, Sing Suud!
Sing Tutup, Sing Suud!
Pada hari yang cerah di Karangasem, Bali, suara rakyat terdengar begitu keras dan jelas, menciptakan awan emosi yang menggantung di udara. Ratusan warga Desa Bugbug, bersama dengan aktivis lingkungan, mendatangi kantor bupati dan DPRD Karangasem untuk mengecam keras rencana pembangunan resort mewah di Desa Bugbug, Karangasem yang telah direncanakan oleh DPR untuk pembangunan resort dan memicu polemik hingga Selasa (27/6/2023). Aksi demo ini bukan sekadar unjuk kekuatan, tetapi juga simbol kekuatan rakyat dalam melindungi identitas lokal dan keberlanjutan alam
Pembangunan resort mewah di Karangasem telah menimbulkan kontroversi sejak awal. Rencana tersebut, jika terealisasi, akan mengubah lanskap alam yang indah menjadi pusat hunian mewah yang megah. Namun, harganya adalah kerusakan lingkungan yang tidak dapat diperbaiki dengan mudah.
Warga setempat dan para aktivis khawatir akan dampaknya terhadap hutan, terumbu karang, dan satwa liar yang menjadi bagian integral dari ekosistem Bali. Mereka mengingatkan kita bahwa kita hanya meminjam bumi ini dari generasi berikutnya, dan harus bertanggung jawab menjaganya.
Namun, demo ini bukan hanya tentang melindungi alam. Ini juga tentang melindungi identitas dan budaya unik Karangasem. Bali memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, dari tarian tradisional hingga upacara keagamaan yang khas. Rencana pembangunan ini berpotensi menggusur warga setempat dari tanah mereka, merusak struktur sosial mereka, dan mengancam tradisi-tradisi berharga yang telah mereka pelihara selama berabad-abad.
Pembangunan resort mewah dapat menyebabkan perubahan sosial yang signifikan dan memengaruhi cara hidup masyarakat setempat. Mereka mungkin terpaksa meninggalkan mata pencaharian tradisional mereka, seperti pertanian atau kerajinan tangan, untuk bekerja dalam industri pariwisata yang cenderung tidak stabil.
Warga demo ini bersikeras bahwa pembangunan harus berjalan sejalan dengan budaya lokal, bukan menggantikannya. Aksi demo di Karangasem adalah pengingat kuat bahwa suara rakyat memiliki kekuatan untuk membentuk nasib mereka sendiri. Meskipun mereka dihadapkan dengan tekanan besar dari pihak-pihak yang mendukung pembangunan resort, mereka tidak gentar dalam menuntut hak mereka untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi komunitas mereka.
"Ini harus dibahas secara teliti agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan kami dianggap memihak ke salah satu kelompok," kata Juwita saat rapat kerja dengan organisasi perangkat daerah (OPD) di gedung DPRD Karangasem, Kamis (6/7/2023). Pihak berwenang dan pengembang harus mendengarkan suara-suara ini dengan teliti. Mereka harus mengambil langkah-langkah yang bijaksana dalam merencanakan masa depan Karangasem dan Bali secara keseluruhan.
Pembangunan yang berkelanjutan harus menghormati alam, budaya, dan masyarakat setempat. Ini adalah waktu bagi kita semua untuk belajar dari contoh pemberani warga Karangasem yang berdiri teguh dalam mempertahankan keberlanjutan alam dan kekayaan budaya yang tak ternilai harganya.
Nama: Ni Luh Gede Cyntia Suari
Kelas: XII MIPA 3
No. Absen: 22

Comments
Post a Comment